MASALAH KEMISKINAN DAN SOLUSI ISLAM
Assalamu’alaikum.
Indonesia adalah negara yang luas dengan kekayaan alam yang melimpah ruah. Bumi nusantara yang terbentang dari Sabang hingga Merauke menyimpan banyaknya kehasan masing-masing yang satu dan lainnya berbeda. Hal itu menciptakan warna-warni keberagaman yang menjadikan kita kaya akan keindahan alamnya. Berbagai suku, adat, agama, hasil alam, dan lain sebagainya turut serta menentukan asal daerah itu. Cara berpolitik, permainaan ekonomi, pengaruh sosial, ketetapan-ketetapan hukum, dan pencitraan budaya juga merupakan hasil dari korelasi lingkungan setempat.
Masa kejayaan, masa keemasan Indonesia pernah terjadi dan berlangsung dalam waktu yang terdahulu. Kebanggaan “rakyat” menjadi warga pribumi kian mendarah daging pada setiap individunya. Entah itu dari kalangan atas maupun bawah, dari kaum terpandang hingga kaum terbuang masih mempunyai kecintaan tersendiri untuk menjadi warga Indonesia ini.
Apakah Indonesia dan rakyatnya masih memiliki perasaan yang sama seperti dulu? Keemasan dan kecintaan sebagai penduduk asli? Entahlah…
Indonesia yang lahir di tahun 1945 seharusnya sudah bisa berlari kencang di tengah persaingan negera adidaya dunia. Jika diumurkan manusia, maka pastinya sudah banyak merasakan garam kehidupan. Rangkaian pengalaman, pergerakan, dan penguatan citra diri semakin terkendali, termanaj dengan rapi. Artinya menjadi manusia yang professional diberbagai perilakunya.
Namun Indonesia hanyalah Indonesia, yang sekarang sedang istirahat dari kemajuan persaingan positifisme. Keterpurukan, kekacauan, kemiskinan, kehancuran dan lainnya sedang ngetrend sebagai hidangan peristirahatan negara. Sistem pemerintahan yang kurang dapat dimanaj dan dilaksanakan dengan baik merupakan salah satu bumbu penyedapnya. Lalu apakah kita akan terus menikmati waktu istirahat kita?
Indonesia memang kaya akan SDAnya, namun miskin akan SDM yang berpikiran maju, terutama kaum yang termarginasi. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kehidupan ini adalah ekonomi. Karena ekonomi ikut mempengaruhi status sosial manusia dan cara berpikirnya. Mereka yang memiliki stastus ekonomi tinggi mempunyai kebebasan di era kapitalisme dewasa ini. Selain itu juga mempengaruhi cara berpikir untuk memanusiakan manusia, dan mengalamkan alam, atau bahkan tidak.
Sebaian besar mereka terbuai dengan status itu, tanpa memperhatikan status lainnya, yaitu kaum miskin. Bagi mereka, menambah kekayaan adalah wajib entah dengan cara apapun daripada mensejahterakan rakyat miskin lainnya. Akibatnya ketimpangan sosial benar-benar mempengaruhi kehidupan mereka, cara berpikir mereka.
Dewasa ini, masalah kemiskinan- dan masalah ekonomi secara umum- telah mendominasi akal maupun jiwa manusia, sehingga pola pikir manusia bisa digaris besarkan sesuai tingkatan ekonomi mereka. Sering kita dengar istilah bahwa “kemiskinan dekat dengan kebodohan”, oleh karenanya orang bodoh dapat dengan mudah dipengaruhi oleh mereka kaum-kaum yang tidak manusiawi. Mereka memanfaatkan kaum kecil demi kepentingannya dengan mengatasnamakan kesejahteraan, kemakmuran dan lainnya yang seolah berpihak pada golongan lemah- padahal semua itu omong kosong.
Sebagaimana gambaran Alloh dalam firman-Nya QS. An-Nur [24] : 39-40 yang artinya “Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun.”
Orang yang berpendidikan minim akan dengan mudah terpengaruh pemikiran-pemikiran mereka dengan “iming-iming” kucuran dana sebagai pendongkrak ekonominya. Maka kaum miskin sebagai pelaku ekonomi kecil akan cepat terpacu untuk melakukan apasaja asalkan mendapatkan uang. Seolah pemegang ekonomi tinggi sebagai penguasa kaum yang terbelakang. Dan jika hal itu dimanfaatkan oleh kaum penghancur dan perusak, maka kacaulah negara ini.
Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk memiliki pengetahuan yang luas. Apalagi kita sebagai orang Islam, maka wajib berpengatahuan Islam untuk menjelaskan kaum muslimin hakikat tujuan Alloh mengutus Nabi Muhammad, yakni untuk memberikan petunjuk dan kash sayang (rahmat), dan hakikat semua hukum yang Alloh syari’atkan kepada Nabi untuk bisa mengatasi segala bentuk masalah, pengobatan segala “penyakit” hingga akar-akarnya.
Pandangan Islam Terhadap Kemiskinan
Islam menolak kelompok yang memadang kemiskinan sebagai hal yang spesial, dan memandang kehidupan yang baik denagn pandangan umum, orang-orang sufi yang menerima pemikiran-pemikiran yang merasuki kaum muslimin, yaitu pemikiran kaum penyembah api (Konghucu) Prancis, orang sufi agama Hindu, Pendeta-pendeta Nasrani, dan semisalnya yaitu dengan doktrin-doktrin yang ekstrim, padahal tidak ada suatu ayat dalam kitab Alloh dan tidak ada suatu hadispun yang memuji kemiskinan, yang menspesialkan kemiskinan.
Islam menganggap kekayaan sebagai nikmat yang diberikan oleh Allah, yang harus disyukuri, kemiskinan dianggap sebagai problem bahkan musibah yang harus dimohon kepada Allah agar kita dijauhkan dari hal tersebut. Islam telah meletakkan berbagai macam cara untuk mengatasinya.
Alloh telah memberi nikmat kekayaan terhadap utusan-utusan-Nya, ia berfirman dalam QS. Adh- Dhuha [93] : 8 yang artinya “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.” Dan Alloh juga menjadikan pemberian harta sebagai balasan yang disegerakan kepada hamba-hambaNya yang beriman sebagaimana dalam QS. Nuuh [71] : 10-12 yang artinya “maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”. dan Rosululloh pernah bersabda “ sebaik-baik harta ialah harta yang baik dan berada ditangan yang baik “.
Kemiskinan dianggap sebagai penyakit yang sangat berbahaya terhadap aqidah agama dan khususnya kemiskinan yang menyengsarakan, yang mana disekitarnya terdapat kekayaan yang buruk. Dan lebih khususnya jika orang miskin tersebut profesinya sebagai buruh yang suka berfoya-foya mengikuti trend sebagaian orang kaya dan tidak memiliki prinsip hidup.
Jika seperti itu, maka kemiskinan akan menyebabkan keraguan terhadap kebijaksanaan undang-undang Tuhan yang ditetapkan di dunia, dan menyebabkan kebimbangan akan keadilan Tuhan dalam membagi rizki-Nya.
Nabi saw sendiri telah menjelaskan bagaimana kuatnya himpitan kemiskan terhadap orang yang ditimpanya, serta dampak pada tindakan orang tersebut: “Ambilah semua pemberian selama itu masih bisa dianggap sebagai pemberian, namun jika itu adalah sebuah sogokan yang membahayakan agama maka janganlah kamu mengambilnya, tapi kamu tidak akan pernah bisa meninggalkan sogokan tersebut, jika kebutuhan dan kemiskinan mencegahmu untuk meninggalkannya”.
Sedangkan isyaratnya mengenai hubungan kemiskinan dengan kekayaan yaitu dalam segi keutamaan dan kehinaannya ia menuturkan: “cerita tentang seseorang yang bersedekah pada malam hari tapi sedekahnya jatuh pada pencuri, kemudian ia bersedekah lagi kepada seorang wanita, tapi jatuh pada tangan wanita pelacur, sehingga masyarakat membicarakan hal tersebut, tadi malam sifulan bersedekah pada seorang pelacur , tatkala dalam keadaan tidur dalam mimpinya datang seseorang yang berkata kepadanya: “adapun sedekahmu yang kepada seorang pencuri, semoga saja pencuri tersebut bisa berhenti dari perbuatan mencurinya, sedangkan sedekahmu kepada wanita pelacur, mudah-mudahan pelacur tersebut bisa berhenti dari pelacurannya”. Dengan ini jelas bahwa pengaruh kekayaan adalah mencegah seseorang untuk melakukan pencurian, dan mencegah wanita dari perzinaan (pelacuran).
Kemiskinan membahayakan pemikiran manusia, bencana dan bahaya kemiskina tidak hanya berhenti pada aspek rohani dan moral manusia, tapi juga meliputi aspek pemikiran manusia, sebab orang miskin yang tidak memiliki penunjang hidup, baik untuk dirinya, keluarga dan anak-anaknya, bagaimana bisa berfikir dengan tenang atau lembut, lebih-lebih dalam hal ini disekitarnya adalah orang yang rumahnya dipenuh dengan kenikmatan, serta gudangnya bergelimang dengan emas.
Diceritakan dari Imam Muhammad bin Hasan as-Syaibani, seorang santri Imam Abu Hanifah, bahwa pada suatu hari ada anak perempuan kecil di tempatnya memberi tahukan kepada Abu Hanifah, bahwa tepungnya sudah habis, maka spontan Abu Hanifah berkata pada anak kecil tersbut: “قاتلك الله, kamu telah menghilangkan dari kepalaku (ingatanku) 40 masalah fikih”. Dan diceritakan lagi dari Imam al-A`dhom, Abu Hanifah, bahwa ia pernah mengatakan: “janganlah kamu bermusyawarah dengan orang yang di rumahnya tidak ada (tidak memiliki) tepung”. Maksudnya, sebab orang tersebut dalam keadaan bingung dan gelisah, sehingga ketetapan atau keputusan hukumnya tidak benar, karena emosi yang sedang memuncak akan mempengaruhi keselamatan persepsi dan keabsahan pendapat, sebagaimana yang telah diakui oleh ahli ilmu psikologi dan hadits shohih: “seorang hakim tidak boleh memberikan keputusan hukum sedangkan ia dalam keadaan marah ”.
Ahli fiqih menganalogikan kemarahan dengan keadaan yang sangat lapar serta haus dan lain sebagainya dari emosi-emosi yang dapat mempengaruhi. Dan mengenai hal ini seoarang penyair mengatakan:
“Jika harta seseorang sedikit maka sedikit pula keindahannya Langit dan bumi ia rasakan sempit. Sehingga ia menjadi orang yang tidak mengetahui sesuatu meskipun sebelumnya ia sudah mengetahuinya, di depan ataukah di belakang yang lebih?”
Kemiskinan membahayakan keutuhan keluarga, kemiskinan membahayakan keluarga dari beberapa segi: segi pembentukan/ pembangunan keluarga, kelangsungannya, dan keutuhannya. Dalam pembentukan keluarga, telah kita jumpai bahwa kemiskinan adalah faktor terbesar yang dapat menghalangi seorang pamuda dengan perkawinan, dan segala perlengkapan setelah itu yakni mahar, nafkah, dan kemandirian ekonomi.
Oleh karena itu al-Qur`an berpesan kepada orang-orang yang semacam itu agar selalu menahan diri dan sabar, sehingga ia memiliki kemampuan dari segi ekonomi: (Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya).
Seperti yang kita saksikan pada sebagian pemudi yang mana walinya melarangnya untuk mau menikah dengan laki-laki yang miskin dan tidak memiliki harta. Hal seperti itu merupakan obat lama yang telah al-Qur`an kemukakan serta peringatkan kepada orang-orang tua agar selalu memiliki pertimbangan yang adil dalam memilih seorang laki-laki (menantu), dan agar mereka selalu mementingkan kebaikannya bukan hanya semata-mata memandang hartanya, Allah Ta`ala berfirman: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”.
Bahaya terhadap segi kelangsungan keluarga telah kita ketahui bahwa ketika tekanan kemiskinan mengalahkan moral, maka itu akan menyebabkan berpisahnya seseorang dengan istrinya karena tekanan kemiskinan yang memaksa, trekadang juga dikarenakan tekanan moral yang memaksa. Inilah yang menjadi acuan undang-undang Islam, sehingga Islam membolehkan hakim untuk menjatuhkan talaq terhadap seorang wanita dengan alasan karena suaminya kesulitan dan tidak memiliki kemampuan untuk memberi nafkah kepada wanita tersebut, untuk menghilangkan kemudharatan, hal tersebut juga sesuai dengan kaidah “لا ضرر ولا ضرار” artinya “tidak boleh memberi bahaya kepada diri sendiri dan juga terhadap orang lain”.
Dan ketika kemiskinan itu melanda rakyat maka perteballah iman dan ikhsanmu, sehingga Alloh akan membukakan jalan bagimu untuk malakukan sesuatu yang seharusnya dan yang sebaiknya dilakukan. Dan ketika diantara kamu menjadi orang yang berlebih maka bantulah mereka yang kekurangan dalam jalan Alloh, sehingga mereka akan merasa dihidupkan kembali dari pemikirannya yang buntu akibat ketidakberdayaan.
Berzakatlah mereka yang telah memenuhi nishabnya, lalu fungsikan zakat sebagaimana mestinya sesuai syari’at Islam. Niscaya hal itu akan mengurangi angka kemiskinan. Dan mulailah dari sekarang untuk berpikiran maju, jangan mau tertindas secara terus-menerus.
Manfaatkan kekayaan alam dengan semestinya, wujudkan kembali pemahaman bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang maju. Mari kita bangun dari istirahat kita, buka mata dengan melihat sekitar, lalu bergeraklah demi kemajuan.
Wassalam.
Purwokerto, 1 Maret 2008
Penulis,
( Mukhammad Aqil Muzakki)
Referensi:
Samsul Arifin, Problem Kemiskinan dan Solusi Islam Mengentaskannya. Just Annother Word Press.com weblog. 2007.
Abdul Majid Az-Zindani, dkk. Al-Iman. Solo: Pustaka Barokah. 2001.
Kondisi Masyarakat Kecil Indonesia. kapanlagi.com.2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar